Rabu, 11 Desember 2013

Tugas Strategi Belajar Mengajar. (Metode yang tepat dalam Pembelajaran Sejarah)


1. Metode Skematik
Sintaks Pembelajaran Sejarah dengan Metode Skematik
Dalam penulisan artikel ini, pembelajaran sejarah skematik merupakan pilihan metode pembelajaran untuk memecahkan masalah  perbaikan atau terobosan dalam bidang pembelajaran sejarah di SMA. Istilah “skematik” terinspirasi oleh kata ”scheme” dalam teori psikologi kognitif  Piaget tentang belajar. Inti dari pembelajaran  konstruktivistik menurut Piaget adalah siswa dalam menyerap informasi  yang akan dimasukkan dalam benaknya melalui adaptasi, dan berbentuk skema-skema (schemes). Dalam adaptasi ini memuat proses asimilasi, yaitu manakala informasi yang masuk dalam benak siswa sesuai dengan skema-skema yang sudah dimilikinya. Jika belum cocok, siswa melakukan modifikasi atau bahkan membuat skema baru, dan ini disebut proses akomodasi.
Sebagaimana dalam pelaksanaan pembelajaran pada mata pelajaran lainnya, tidak semua materi dapat menggunakan pendekatan konstruktivisme. Apalagi dalam mata pelajaran sejarah yang sifatnya lebih dominan pada kemampuan memahami untuk  “diingat-ingat,” sudah barang tentu tidak semua topik dapat diajarkan dengan menggunakan pendekatan konstruktivistik. Namun demikian, yang lebih utama dalam pembelajaran sejarah skematik ini adalah orientasi atau fokus guru dalam mengajarkan konsep-konsep sejarah senantiasa berupaya melibatkan siswa aktif berpikir dan mengkonstruksi pengetahuan dalam benaknya dengan bantuan mengamati gambar-gambar, peta, grafik, skema, sketsa, foto atau bantuan benda manipulatif lainnya.
Di samping itu, berdasar pada pengalaman mengajar sejarah di SMA selama ini, siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan ini sering mengalami kesulitan. Di sinilah peran guru sebagai fasilitator, pembantu, dan pembimbing siswa menemukan kembali (guided reinvention) konsep-konsep dan prinsip-prinsip sejarah, sebagaimana tuntutan kurikulum mata pelajaran sejarah yang berbasis pada  kompetensi (Depdiknas, 2006).
Dalam pembelajaran sejarah yang hanya dengan ceramah guru, menjadikan kegiatan siswa lebih banyak untuk mendengarkan dan mencatat. Proses adaptasi dalam pembentukan  skema dalam benak siswa tergolong “rendah”, dan akibatnya pengetahuan yang telah diserap mudah “terlupakan”. Siswa mencoba merekam dan menghafal apa yang sudah ia dengar, namun ilmu pengetahuan yang hanya dihafal semata tersebut tidak mampu bertahan lama di benak siswa, dan beberapa hari kemudian siswa “lupa” terhadap apa yang sudah dipelajarinya.
Untuk menyajikan pengetahuan sejarah sehingga siswa belajar secara lebih bermakna, tidak sekedar menghafal, diperlukan mediasi pembelajaran untuk membantu siswa menyerap informasi dan menyusun skema dalam benaknya sehingga skema tersebut dapat bertahan lama dan tidak mudah lupa. Untuk keperluan praktis dalam pembelajaran sejarah di kelas, penulis sependapat dengan Bruner bahwa pembelajaran sejarah perlu media untuk “konkretisasi” melalui langkah ikonik menuju abtraksi (Matherne, 1999).
Langkah-langkah pembelajaran sejarah dengan metode skematik sebagai berikut (Ernawati, 2006).
a.       Kegiatan Awal
Fase pembukaan
            Guru membuka pembelajaran, menyampaikan tujuan atau indikator pembelajaran, memeriksa pengetahuan prasyarat siswa, memberi motivasi, dan mengaitkan dengan masalah sehari-hari jika memungkinkan.
b.  Kegiatan inti
     Fase ikonik
Pada fase ini guru menjelaskan konsep-konsep dan prinsip-prinsip sejarah dengan pendekatan ikonik, yakni menjelaskan dengan menggunakan bantuan gambar-gambar, peta, grafik, tabel, skema, sketsa atau menggunakan bantuan benda manipulatif lainnya yang sesuai dengan materi pembelajaran.
     Fase diskusi
Pada fase ini siswa diberi tugas kelompok, misalnya memahami suatu topik atau tema sejarah. Siswa diminta menyusun kerangka pemikiran dalam topik atau tema tersebut dengan cara membuat atau menggunakan gambar, peta, grafik, tabel, skema atau sketsa.  Hasilnya dipresentasikan di depan kelas.
     Fase simbolik
Pada fase ini siswa diminta menulis hal-hal penting berkaitan dengan pengertian, definisi, karakteristik, konsep-konsep dan prinsip-prinsip  sejarah yang dipresentasikan oleh temannya. Jika siswa mengalami kesulitan guru memberikan bantuan dengan cara menuliskan kesimpulan dan makna dari materi yang dipelajari. .
c.  Kegiatan akhir
Fase penutup
Guru bersama sisiwa merangkum,memberi tugas misalnya pekerjaan rumah, dan menutup pembelajaran.
2.  Metode On Board Picture Stories ( cerita bergambar di atas papan tulis– terjemahan bebasnya)
alah satu upaya untuk mengaktifkan siswa dalam pembelajaran sejarah  adalah dengan menggunakan model On Board Picture Stories ( cerita bergambar di atas papan tulis– terjemahan bebasnya). Model ini adalah mengoptimalkan peran siswa sebagai individu dalam kelompok diskusi lewat media gambar atau visual. Seperti yang saya terapkan saat pembelajaran sejarah materi Kebudayaan Manusia Purba di Indonesia di kelas X.10 MAN 1 Surakarta.
Bagaimana Pelaksanaannya ?
·                     Membentuk 6 kelompok ( setiap kelompok 5 – 6 siswa) atau sesuai jumlah siswa masing-masing.
·                     Setiap kelompok mempersiapkan bahan-bahan seperti buku referensi, atlas, spidol warna, kertas warna, gunting, lem, dan lain-lain
·                     Setiap kelompok menggambar peta Indonesia di kertas karton kemudian mengguntingkan lambang tertentu dengan kertas warna kemudian ditempel di daerah atau tempat penemuan budaya prasejarah dengan diberikan penjelasan
·                     Setiap kelompok mendeskripsikan gambar peta berdasarkan buku referensi, atlas kemudian membuat deskripsi utuh mengenai sub pokok bahasan tersebut
·                     Pembagian kelompok dan materi adalah sebagai berikut 
·                     Setiap kelompok mempresentasikan di depan kelas hasil kerja kelompoknya dengan dua perwakilan siswa untuk memaparkan data temuanya dengan menempelkan karton peta Indonesia di papan tulis dengan menempelkan simbol berwarna dalam bentuk-bentuk tertentu (sesuai kreasi kelompok) untuk menunjukkan titik-titik penemuan kebudayaan.
Dengan model ini siswa dapat terlibat secara aktif dalam pembelajaran dan yang lebih penting mereka akan kreatif, khususnya saat membuat peta yang akan dipresentasikan. Dengan model ini pula siswa tidak menjadi jenuh atau mengantuk, karena mereka semua terlibat secara aktif dalam aktivitas diskusi. Semoga pengalaman ini bisa bermanfaat bagi rekan-rekan guru yang lain. Berikut foto kegiatan pembelajaran yang saya laksanakan: