1.
Metode Skematik
Sintaks
Pembelajaran Sejarah dengan Metode Skematik
Dalam penulisan artikel ini, pembelajaran sejarah skematik
merupakan pilihan metode pembelajaran untuk memecahkan masalah perbaikan
atau terobosan dalam bidang pembelajaran sejarah di SMA. Istilah “skematik”
terinspirasi oleh kata ”scheme” dalam teori psikologi kognitif
Piaget tentang belajar. Inti dari pembelajaran konstruktivistik menurut
Piaget adalah siswa dalam menyerap informasi yang akan dimasukkan dalam
benaknya melalui adaptasi, dan berbentuk skema-skema (schemes). Dalam
adaptasi ini memuat proses asimilasi, yaitu manakala informasi yang masuk dalam
benak siswa sesuai dengan skema-skema yang sudah dimilikinya. Jika belum cocok,
siswa melakukan modifikasi atau bahkan membuat skema baru, dan ini disebut
proses akomodasi.
Sebagaimana dalam pelaksanaan pembelajaran pada mata
pelajaran lainnya, tidak semua materi dapat menggunakan pendekatan
konstruktivisme. Apalagi dalam mata pelajaran sejarah yang sifatnya lebih
dominan pada kemampuan memahami untuk “diingat-ingat,” sudah barang tentu
tidak semua topik dapat diajarkan dengan menggunakan pendekatan
konstruktivistik. Namun demikian, yang lebih utama dalam pembelajaran sejarah
skematik ini adalah orientasi atau fokus guru dalam mengajarkan konsep-konsep
sejarah senantiasa berupaya melibatkan siswa aktif berpikir dan mengkonstruksi
pengetahuan dalam benaknya dengan bantuan mengamati gambar-gambar, peta,
grafik, skema, sketsa, foto atau bantuan benda manipulatif lainnya.
Di
samping itu, berdasar pada pengalaman mengajar sejarah di SMA selama ini, siswa
dalam mengkonstruksi pengetahuan ini sering mengalami kesulitan. Di sinilah
peran guru sebagai fasilitator, pembantu, dan pembimbing siswa menemukan
kembali (guided reinvention) konsep-konsep dan prinsip-prinsip sejarah,
sebagaimana tuntutan kurikulum mata pelajaran sejarah yang berbasis pada
kompetensi (Depdiknas, 2006).
Dalam pembelajaran sejarah yang hanya dengan ceramah guru,
menjadikan kegiatan siswa lebih banyak untuk mendengarkan dan mencatat. Proses
adaptasi dalam pembentukan skema dalam benak siswa tergolong “rendah”,
dan akibatnya pengetahuan yang telah diserap mudah “terlupakan”. Siswa mencoba
merekam dan menghafal apa yang sudah ia dengar, namun ilmu pengetahuan yang
hanya dihafal semata tersebut tidak mampu bertahan lama di benak siswa, dan
beberapa hari kemudian siswa “lupa” terhadap apa yang sudah dipelajarinya.
Untuk menyajikan pengetahuan sejarah sehingga siswa belajar
secara lebih bermakna, tidak sekedar menghafal, diperlukan mediasi pembelajaran
untuk membantu siswa menyerap informasi dan menyusun skema dalam benaknya
sehingga skema tersebut dapat bertahan lama dan tidak mudah lupa. Untuk
keperluan praktis dalam pembelajaran sejarah di kelas, penulis sependapat
dengan Bruner bahwa pembelajaran sejarah perlu media untuk “konkretisasi”
melalui langkah ikonik menuju abtraksi (Matherne, 1999).
Langkah-langkah
pembelajaran sejarah dengan metode skematik sebagai berikut (Ernawati, 2006).
a. Kegiatan Awal
Fase pembukaan
Guru membuka pembelajaran, menyampaikan tujuan atau indikator pembelajaran,
memeriksa pengetahuan prasyarat siswa, memberi motivasi, dan mengaitkan dengan
masalah sehari-hari jika memungkinkan.
b. Kegiatan inti
Fase
ikonik
Pada fase ini guru menjelaskan konsep-konsep dan prinsip-prinsip
sejarah dengan pendekatan ikonik, yakni menjelaskan dengan menggunakan bantuan
gambar-gambar, peta, grafik, tabel, skema, sketsa atau menggunakan bantuan
benda manipulatif lainnya yang sesuai dengan materi pembelajaran.
Fase
diskusi
Pada fase ini siswa diberi tugas kelompok, misalnya
memahami suatu topik atau tema sejarah. Siswa diminta menyusun kerangka
pemikiran dalam topik atau tema tersebut dengan cara membuat atau menggunakan
gambar, peta, grafik, tabel, skema atau sketsa. Hasilnya dipresentasikan
di depan kelas.
Fase
simbolik
Pada fase ini siswa diminta menulis hal-hal penting
berkaitan dengan pengertian, definisi, karakteristik, konsep-konsep dan
prinsip-prinsip sejarah yang dipresentasikan oleh temannya. Jika siswa
mengalami kesulitan guru memberikan bantuan dengan cara menuliskan kesimpulan
dan makna dari materi yang dipelajari. .
c. Kegiatan akhir
Fase penutup
Guru bersama sisiwa merangkum,memberi tugas misalnya
pekerjaan rumah, dan menutup pembelajaran.
2. Metode On Board Picture Stories (
cerita bergambar di atas papan tulis– terjemahan bebasnya)
alah satu upaya untuk mengaktifkan siswa dalam
pembelajaran sejarah adalah dengan menggunakan model On Board
Picture Stories ( cerita bergambar di atas papan tulis– terjemahan
bebasnya). Model ini adalah mengoptimalkan peran siswa sebagai individu dalam
kelompok diskusi lewat media gambar atau visual. Seperti yang saya terapkan
saat pembelajaran sejarah materi Kebudayaan Manusia Purba di
Indonesia di kelas X.10 MAN 1 Surakarta.
Bagaimana
Pelaksanaannya ?
·
Membentuk
6 kelompok ( setiap kelompok 5 – 6 siswa) atau sesuai jumlah siswa
masing-masing.
·
Setiap
kelompok mempersiapkan bahan-bahan seperti buku referensi, atlas, spidol warna,
kertas warna, gunting, lem, dan lain-lain
·
Setiap
kelompok menggambar peta Indonesia di kertas karton kemudian mengguntingkan
lambang tertentu dengan kertas warna kemudian ditempel di daerah atau tempat
penemuan budaya prasejarah dengan diberikan penjelasan
·
Setiap
kelompok mendeskripsikan gambar peta berdasarkan buku referensi, atlas kemudian
membuat deskripsi utuh mengenai sub pokok bahasan tersebut
·
Pembagian
kelompok dan materi adalah sebagai berikut
·
Setiap
kelompok mempresentasikan di depan kelas hasil kerja kelompoknya dengan dua
perwakilan siswa untuk memaparkan data temuanya dengan menempelkan karton peta
Indonesia di papan tulis dengan menempelkan simbol berwarna dalam bentuk-bentuk
tertentu (sesuai kreasi kelompok) untuk menunjukkan titik-titik penemuan kebudayaan.
Dengan
model ini siswa dapat terlibat secara aktif dalam pembelajaran dan yang lebih
penting mereka akan kreatif, khususnya saat membuat peta yang akan
dipresentasikan. Dengan model ini pula siswa tidak menjadi jenuh atau
mengantuk, karena mereka semua terlibat secara aktif dalam aktivitas diskusi.
Semoga pengalaman ini bisa bermanfaat bagi rekan-rekan guru yang lain. Berikut
foto kegiatan pembelajaran yang saya laksanakan: